Senin, 21 Maret 2011

Malangnya Sahabatku

Ikhlas, suatu kata yang begitu mudah di ucapkan, begitu sering di dengar tetapi mengapa begitu sulit untuk di jalankan? Ikhlas bukan hanya sebuat rangkaian huruf yang menjadikan sebuah kata, tetapi ia adalah sebuah perasaan dimana kita bisa melepaskan sesuatu dengan mudah nya, walapun kita tahu kita sangat susah untuk melepaskannya. Dan kini posisi ku mengharuskan melepas sesuatu yang mana begitu penting bagiku.
Tadi malam, adalah malam yang mungkin jarang ku temui. Aku bertemu dengannya setelah sekian lama tak bertemu. Fefe sudah seperti kaka saudara sahabat bahkan mungkin kekasihku. Kita benar-benar melepas rindu. Berbincang begitu lamanya, dan kita harus pergi kesuatu acaranya ulang tahun teman kita tercinta. Kita pergi kesana bersama-sama, dengan menggunakan kendaraan yang ia bawa.
Saat aku memasuki sebuah mobil yang tidak begitu mewah , tapi tak begitu rongsokan juga. Aku melihat begitu banyak baju yang ia bawa untuk acara ulang tahun tersebut, ia juga membawa kamera kesayangannya untuk mengabadikan malam itu. “Sha, menurutmu aku pake baju yang mana ya? Yang ini keren gak sih?” Tanya nya padaku. “ Yaa boleh lah, pake jaket kulit yang itu aja, lebih keren deh !” jawabku sambil menunjuk jaket yang ku pilihkan. Setelah berganti baju, kita siap berangkat ke tempat tujuan kita.
Sepanjang perjalanan dia curhat tentang semua yang dialami nya selama aku tak bersamanya. Dia mengatakan begitu rindu saat-saat ini, saat-saat dia menceritakan semua yang sangat ingin ia ceritakan. Aku begitu antusias mendengarkannya. Karena sudah lama sekali aku tak melihat gaya berbicara nya yang begitu lucu dan menggemaskan. Terkadang aku juga memberikan komentar dan masukan-masukan positif untuknya.Sesampainya di tujuan, kita langsung memarkirkan mobil kesayangannya di tempat parkir yang sudah disediakan, kita pun langsung menuju tempat acara yang jaraknya tidak begitu jauh.
Acara belum begitu meriah saat kami memasuki tempat yang sering dibilang tempat ‘dugem’. “Eeeh akhirnya datang juga si kakak.. udah ditunggu sama yang lain loh !” ujar Putri, si pemilik hari bahagia. “Hey! Iya nih sorry banget ya baru datang hehe. Anyway selamat ulang tahun yaa say!” Jawabku. Aku dan Fefe pun menuju tempat, dimana teman-teman kami yang lainya sudah menunggu. Fefe sudah seperti buntut bagiku, yang selalu mengikutiku kemana pun aku pergi. Dia seakan tak mau lepas karena begitu banyak hal yang betul-betul ingin ia ceritakan.
Semakin malam, pesta semakin meriah. Banyak teman-teman ku yang hampir lepas kontrol seperti remaja-remaja Jakarta yang image nya tidak begitu bagus. Tetapi untungnya aku masih bisa menjaga aku sebagai perempuan yang harus bisa jaga diri apapun yang terjadi. “Apaan tuh Fe?” Tanya ku kepada Fefe. “Oh ini obat gue kalo lagi pusing” jawabnya sambil tersenyum lebar. Tetapi entah mengapa aku tidak bisa percaya dengannya. “Heh, apaan sih itu Fe? Jangan macem macem deh ya lo?! Itu obat? Lo make?” “Hehe, iya sha.. gue ngobat sejak gue selesai ujian kemaren. Tenang aja kok. Gak bakal banyak banyak lah. Oke?” jawabnya dengan nada menyepelekan ku. Begitu kagetnya aku mendengar dia mengakui suatu hal yang tabu bagiku. Aku sangat marah terhadapnya, tetapi dia begitu berusaha dan berjanji kepada ku, bahwa mulai malam ini ia tidak akan meminumnya obat terlarang tersebut.
Dan akhirnya kita berlanjut ke acara. Ditengah-tengah acara yang sangat seru, dia tetap menceritakan semua yang ingin ia ceritakan. Aku sudah seperti buku diary nya, dimana ia bisa menumpah kan semua perasaan senang kecewa sedih marah. Kami pun berlanjut bercanda,tertawa, dan menari bersama di lantai dansa berbaur dengan teman-teman yang lainnya.
Malam pun semakin larut, jam sudah menunjukkan pukul 12malam. Orang tua ku pun sudah menanyakan kapan aku pulang, dan terpaksa aku meninggalkan acara ulang tahun tersebut sebelum selesai. “Fe, aku pulang duluan ya..Kamu mau jam berapa pulang?” tanyaku. “Iya, aku abis ini mau keulang tahun temen aku dulu ya. Kamu pulang sama siapa? Aku anter ya.” Jawabnya sambil mengajak ku kembali ke mobilnya.
Tetapi malam ini  aku tidak mungkin pulang kerumah orang tua ku, karena malam sudah sangat larut. Dan akhirnya aku menginap di rumah sahabatku yang lain, yang memang jarak rumah lebih mudah di jangkau. Sesampainya dirumah teman ku, Fefe langsung kembali menuju ke acara selanjutnya. Malam ini benar-benar malam yang tidak akan aku lupakan, bisa disebut malam yang cukup langka. Aku pun langsung bergegas untuk bersih-bersih dan tidur.
Esok pagi terasa udaranya sangat segar, matahari begitu bersinar dengan cerahnya, tetapi sayang tertutup oleh korden yang membuatku malas sekali rasanya untuk beranjak dari tempat tidur. Dengan reflek aku mengambil telepon genggamku yang sudah tergeletak dipinggiran tempat tidur. Terlilihat sudah ada belasan miscall dari para sahabat masa SMP ku. Langsung terpikir oleh ku, mereka merindukan ku. Saat ini mereka sedang berlibur ke Bali, pulau Dewata yang sangat terkenal dengan pantainya yang sangat indah. mungkin Aku pun menelfonnya kembali. “Hey, sorry yaa gue baru bangun nih ada apaan? Pada kangen ye sama gue? Hahaha” tanyaku sambil tertawa kecil. “Haha ngelucu aja sih lo sha. Anyway kita lagi dibali nih hehe, lo dimana? Eh Fefe kenapa sha?” jawab salah satu sahabtku. “gue di Jakarta aja lah, males jalan-jalan melulu bokek gue. Fefe? Kenapa dia? Semalem gue pergi sama dia ko” “ Yang bener sha? Soalnya tadi gue dapet kabar, kalo dia meninggal.”
Aku hanya bisa terdiam, tidak berbicara apapun, tidak percaya apa yang telah terjadi. Ini seperti mimpi yang benar-benar tidak mungkin terjadi. Hanya memikirkan ‘siapa yang tadi malam bersama ku?’ Aku terus mencari informasi darimana pun, entah dari sahabatku sendiri, teman teman ku yang kenal dengan Fefe bahkan sampai media massa. Ternyata berita itu memang benar adanya. Awalnya aku meragukan berita tersebut, tetapi semua ciri-ciri di TKP benar benar meyakinkan ku bahwa itu Fefe dan mobilnya. Aku langsung berusaha ke rumah duka,bagaimana pun caranya aku harus sampai dengan cepat disana.
Sesampainya disana, aku melihat semua teman-teman dan sahabatku menangis tidak karuan, rumahnya pun penuh dengan tagisan orang-orang terdekatnya. “kaaak, kita tadi malem seneng seneng kan sama dia? Kita barengan sama dia kan? Kita ketawa barengkan kaa? Kaak dia kemana? Kemana kaa? Kenapa dia ninggalin kita dengan cepat?” Tanya sahabatku, yang memang lebih muda daripada aku. “Iya dee, tadi malem kita bareng kok. Ikhlasin dee, ikhlasin.” Aku hanya bisa menjawab pertanyaannya sambil menatap matanya nya yang terlihat sudah sayup dan capek karena tangis.
Terpampang papan tulis depan rumahnya yang berukuran sedang, dengan ada tulisan ‘Telah berpulang saudari Sayyeda Felisha Ke Rahmatullah”. Aku sungguh tidak kuat melihat tulisan tersebut yang sudah cukup memukul perasaanku, membuat shock semua teman teman dan keluarga nya karena dia termasuk orang yang menyenangkan. Aku pun memberanikan diri untuk memasuki rumahnya dan melihat jasadnya, namun setelah aku masuk, peti ditutup dengan sangat rapat dengan kain tebal, yang membuat sulit untuk melihatnya. Aku pun langsung teringat kata-kata yang ada di media massa ‘mobil terbakar habis, dan penumpangnya pun gosong’. Aku hanya bisa duduk di depan jasadnya “Fee.. kamu kenapa sih? Kan aku sudah bilang jangan mengkonsumsi obat-obatan itu. Kenapa sih gak dengerin! Sekarang gini kan! Kamu tinggalin aku, tinggalin kita semua buat selamanya! Malang benar nasib mu” gumamku dalam hati, dan akupun hanya bisa menyampaikan doa untuknya.
Perasaan sedih kecewa kesal bercampur aduk, tapi kini aku bisa melakukan apa? Kini sudah tidak ada lagi yang mecari ku seperti dia, yang bercerita begitu banyak hal kepadaku. Dia dapat membuat ku ceria dalam hitungan detik, dan tidak ada yang bisa menggantikan posisi dia, untuk selamanya. Selamat jalan sahabat ku terkasih, semoga kau tenang disana.

1 komentar:

  1. untuk cerpen perdanamu, ini sudah sangat berkelas. ceritanya sudah terbangun dengan baik..enak dibaca. Ditunggu lagi karya-karyanya ya..

    BalasHapus